JAKARTA, suaramerdeka.com - Setiap karya Fariz RM, dinilai akan selalu menjadi fenomena. Seperti pada saat kemunculannya pada 1979 via album Selangkah Ke Seberang. Dengan Konsep musik futuristik, kala itu, dia telah menulis lagu, sekaligus memainkan pelbagai perangkat musik serta bernyanyi.
Hal itu makin menjadi, ketika album Sakura pada 1980 dirilis ke pasar. Dengan bantuan piranti MIDI, sebuah system programming yang mempermudah memainkan perangkat musik secara simultan dalam sebuah kendali.
Masih bersetia pada genre pop, R&B, soul funk, blues, rock hingga jazz penguasaan musik paman Sherina Munaf itu, makin lebar. Dan penguasaan musikal yang sangat lebar itu, makin kentara via album Fenomena. Yang musiknya ditata Erwin Gutawa.
Kerja sama Fariz dengan Erwin Gutawa adalah persandingan yang saling mengisi. Keduanya pernah direkat dalam sebuah kerja sama musik di awal era 80-an. Syahdan, sebagaimana rilis yang diterima suaramerdeka.com, Jumat (13/4), pada tahun 1981 Fariz mengamati potensi beberapa bakat-bakat musik yang mencuat dari tembok sekolah via berbagai ajang kompetisi band antarsekolah yang kerap diadakan saat itu.
Hingga akhirnya Fariz mengajak satu persatu pemusik berseragam sekolah ini bergabung dalam band yang kemudian diberi nama "Transs". Dan salah satu di antara personilnya adalah Erwin Gutawa, yang permainan bassnya dinilai diatas rata-rata itu. Transs kemudian menceburkan diri pada industri musik rekaman.
Lebih bernyawa
Siapa nyana 30 tahun berselang Fariz dipertemukan kembali dengan Erwin Gutawa dalam proyek musik yang melibatkan begitu banyak talenta musik dari berbagai genre di negeri ini. Fariz masih tetap bernyanyi, masih tetap membuat lagu dan masih tetap memainkan beberapa perangkat musik.
Tapi, dia tidak lagi seperti Fariz yang dulu,yang melakoni semua bidang dalam sebuah proses rekaman. Kini peran yang dulu kerap diborongnya sendiri, mulai terpilah-pilah ke sederet pemusik yang ikut berkontribusi di album ini. Untuk penulisan lagu, terlihat sederet komposer belia yang juga telah memiliki hits yakni Glenn Fredly hingga Pongki Barata, serta komposer berbakat lainnya di antaranya Bemby Noor, Andre Dinuth dan Teguh D.
Pemusik yang mendukung album ini pun beragam mulai dari yang bergenre pop, rock hingga jazz. Mereka antara lain adalah Barry Likumahuwa, Nikita Dompas, Rayendra Sunito, Echa Soemantri, Indro Hardjodikoro, Andre Dinuth, Budi “Drive” Rahardjo, Edi Kemput, Denny Chasmala, Eugene Bonty, Adhitya Pratama, Ronald Fristianto dan masih banyak lagi.
Lagu “Fenomena” dibungkus dengan aransemen modern rock yang genial. Lagu ini tampaknya membidik pendengar dari dua kubu berbeda: generasi sekarang dan generasi penikmat music Fariz di era 80-an. Simak pula dua ballad yang menawarkan aura adult contemporary yaitu “Terindah” karya Glenn Fredly dan Andre Dinuth, serta “Hati Yang Terang” karya Pongki Barata. Lagu yang disebut terakhir menjadi lebih bernyawa dengan sentuhan string orchestra dari Prague Concerts Orchestra.
Di album ini Fariz mendaur ulang dua karyanya di masa lalu yaitu “Belenggu Perjalanan” dari album Sakura (1980) serta "Selangkah Ke Seberang” dari album Selangkah Ke Seberang (1979). Kedua lagu ini terasa kental benang merah soul funknya. Maklumlah di zamannya, pengaruh kelompok soul funk Earth Wind & Fire sangat menginspirasi pemusik kita. Arransemen big band dengan aksentuasi horn section yang lugas mempertegas kekuatan lagu “Selangkah Ke Seberang,” yang diambil secara live pada saat Fariz RM tampil bersama Erwin Gutawa Big Band di ajang Java Jazz International Festival 2011.
Album Fenomena ini terdiri atas satu keping CD yang berisikan 8 lagu disertai 2 keping DVD masing-masing berisikan rekaman konser Fariz RM dan Erwin Gutawa di Java Jazz 2012 serta videoklip “Fenomena” dan Behind The Album. Seperti biasa, Erwin Gutawa tampak hirau dengan pernak pernik tata aransemen secara detil. Erwin nampaknya berupaya keras memintal berbagai benang seperti lagu, arransemen musik serta pemusik pendukung menjadi sebuah kesatuan busana yang harmonal untuk jatidiri Fariz RM .
Kematangan album yang bernaung di bawah label Platinum Records itu, menyemburat dari sosok pemusik sekompilt Fariz RM yang menghadirkan karya terbarunya di usia kepala lima. Sekaligus membuktikan bahwa pemusik yang telah matang masih memiliki ruang dalam industri musik. Karena berkarya, katanya, tak mengenal usia.
0 comments:
Post a Comment