Obat, terapi dan berbagai peralatan lain untuk disfungsi ereksi sudah biasa kita temui. Tapi bila prostesis penis atau penis palsu, pernahkah Anda membayangkannya? Bagaimanakah prosedurnya dan apa itu prostesis penis?
Seorang dokter spesialis bedah urologi bercerita pada GHS. Suatu ketika ada seorang laki-laki, usia kira-kira 45 tahun. Pria berputra tiga ini sangat mapan. Rumah mewah, perusahaan dengan ribuan karyawan dimilikinya. Istri cantik menemaninya setiap saat.
Namun, pengusaha ini bermasalah dengan alat vitalnya. Penisnya, mengalami pembengkakan sehingga pembuluh darahnya ‘hancur’. Kecelakaan yang dialaminya merenggut ‘senjata’ ampuh yang dimilikinya selama ini.
Karena merasa masih butuh berhubungan seks dengan istrinya, sang pengusaha minta sang dokter untuk ‘menggarap’ alat vitalnya menjadi baru lagi. Prostesis penis harus dipasang. Jelas sang dokter.
Sang pengusaha pun setuju. Dan operasi pun berjalan lancar. Sang pengusaha bisa memuaskan istrinya lagi. Sekarang sudah lima tahun alat pengganti ‘senjata’ ini masih bisa berfungsi dengan baik.
Mata palsu, kaki palsu, atau tangan palsu sudah kerap kita ketahui dan bukan barang baru bagi kita. Tapi bila penis palsu, siapa yang pernah tahu? Mungkin ada yang sudah tahu, tapi hanya sedikit orang. Paling hanya sepersekian persen dari ratusan juta orang.
Apalagi persoalan yang melatarbelakangi penggunaan prostesis penis ini masih kerap dianggap tabu bagi sebagian besar pria. Siapa sih yang mau terbuka mengungkapkan kalau dirinya mengalami disfungsi ereksi? Jawabannya, tidak ada.
Ya, memang penis palsu terkait sekali dengan persoalan disfungsi ereksi. Namun, sebelum bicara lebih jauh perihal penis palsu, kita ketahui dahulu soal disfungsi ereksi..
Tiga Lini
Di masa lalu disfungsi ereksi kerap disebut impotensi. Oleh National Institute of Health (NIH) istilah disfungsi ereksi (DE) kemudian dikembangkan untuk menggantikan impotensi karena terminologi ini memberi definisi lebih spesifik dibanding kata ‘impotensi’ yang bisa mencakup problem lain yang terkait dengan libido, ejakulasi atau orgasme.
Selain itu, impotensi memiliki arti negatif yang bisa dianggap cukup mempermalukan pria. Prof. Wimpie Pangkahila, Sp.And menyebutkan bahwa DE merupakan ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk melakukan hubungan seksual.
Menurut studi yang diterbitkan oleh British Journal of Urology, DE merupakan kondisi umum yang diperkirakan diderita 152 juta pria di dunia. Ini termasuk perkiraan total 90 juta pria di Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, Jepang dan Brasil.
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang mengalami DE, mulai dari akibat bertambahnya usia, akibat penggunaan obat (psikotropik, antidepresan, antihipertensi, dan lainnya), operasi, trauma saraf, kebiasaan buruk (merokok, konsumsi alkohol, narkoba), dan masih banyak lagi.
Tentu saja pengobatannya harus sesuai dengan penyebabnya. “Tanpa pengobatan terhadap penyebab, pengobatan disfungsi ereksi tidaklah rasional dan tidak mengatasi masalah yang sebenarnya,” jelas Prof. Wimpie.
Sebab itu, butuh pemeriksaan lengkap dan teliti. Usai pengobatan tahap pertama, selanjutnya adalah pengobatan untuk membantu terjadinya ereksi. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga lini pengobatan.
Lini pertama termasuk tahap yang tidak invasif (penderita tidak perlu disobek atau dibedah bagian tubuhnya), dengan terapi seks, obat minum, dan pompa vakum. Lini kedua, termasuk di dalamnya adalah injeksi bahan yang mengaktifkan pembuluh darah. Dengan suntikan langsung ke penis atau melalui saluran kencing, bahan dimasukkan. Pengobatan yang termasuk lini ketiga adalah dengan operasi pemasangan prostesis.
Prostesis Penis, Lini Ketiga
Dari sini kita masuk ke persoalan penis palsu (prostesis penis). Lini ketiga, menurut Dr. Johan R. Wibowo, Sp.BU merupakan lini yang paling terakhir. Artinya, lini ketiga ini bisa ditempuh bila lini pertama dan kedua sudah tidak bisa lagi menyelesaikan masalah. Jadi tidak bisa serta merta langsung menerapkan tahap ini.
Namun tindakan operasi ini, menurut Johan bisa jadi datang atas permintaan pasien. “Bisa terjadi karena operasi penis ini tidak terkait dengan hidup mati seseorang. Dan pasien tahu bahwa hasilnya pasti sangat memuaskan,” jelas Johan.
Namun, kerap juga penderita harus mengikuti petunjuk dokter karena lini pertama dan kedua sudah tidak mampu lagi untuk diandalkan. Biasanya, karena adanya kerusakan pada pembuluh darah penis. Entah itu karena kecelakaan atau akibat priapismus (penis tegak terus menerus). Bisa juga diterapkan bila penis mengalami fibrosis (terbentuknya jaringan semacam parut dan tebal yang menghambat aliran darah).
“Dan sesuai hukum alam, semakin invasif, keberhasilannya makin tinggi. Lini ketiga ini seratus persen bisa menyelesaikan masalah,” jelas spesialis bedah urologi dari Ruma
Saat ini setidaknya ada dua jenis prostesis yang kerap digunakan, inflatable atau yang non-inflatable. “Yang pertama bisa dikembang-kempiskan. Biasanya isinya silikon atau udara dengan reservoir yang ditanam diperut.
Dengan elektronik device yang bisa ditekan, alat ini bisa langsung dibuat tegak . Sementara yang kedua tidak bisa,” jelas Johan.
Jenis non inflatable ini ada yang semi rigid atau bisa ditekuk, ada juga yang tidak bisa ditekuk atau rigid. “Tentu saja ini yang paling tidak disukai oleh pemakainya karena pasti malu akan kelihatan berdiri terus,”.
Jenis inflatable, menurut Johan termasuk yang paling mahal karena memang lebih rumit dan canggih teknologinya serta dibuat di Amerika. “Sekitar 10.000 US dollar (kira-kira 91 juta rupiah dengan nilai kurs 9100 rupiah) ,” jelas Johan.
Sementara jenis non-inflatable memang lebih murah. Untuk buatan Amerika, kira-kira bisa mencapai 3000 US dollar (27.300.000 rupiah). Dan buatan India sekitar 900 sampai 1000 US dollar (sekitar 9 jutaan).
Sumber : TRIBUNNEWS.COM
0 comments:
Post a Comment