Di Mesir jika seorang suami atau istri baru saja meninggal, maka pasangan sahnya boleh “berhubungan suami-istri” dengannya. Syaratnya, usia si jasad tidak boleh lebih dari 6 jam. Itulah Undang-Undang yang kini sedang menjadi kontroversi di negeri Piramida itu. Undang-Undangnya bernama “Farewell Intercourse” atau persetubuhan perpisahan.
Penulis warga Ahmed Tsar Blenzinky yang mengutip berita Dailymail.co.uk menyebutkan, persetubuhan perpisahan itu menjadi kontroversi karena Dewan Nasional Mesir untuk Perempuan (Egypt’s National Council for Women /NCW) saat ini sedang menggugat UU tersebut ke parlemen Mesir agar Undang-undang itu digagalkan. Bersamaan dengan gugatan Undang-undang itu, NCW juga mengajukan gugatan terhadap Undang-undang yang mengatakan, anak perempuan boleh menikah mulai usia 14. Alasan kedua gugatan itu adalah
”Undang-undang ini akan memojokkan, merusak dan berpengaruh negatif terhadap status para perempuan Mesir dalam merencanakan pembangunan masa depan kaum perempuan,” tulis Ahmedi di Kompasiana, Jumat (27/4/2012), mengutip kolumnis Mesir Amro Abdul Samea di situs Alarabiyah.net.
Sedangkan yang membela Undang-undang Farewell Intercourse, adalah mereka yang mengikuti fatwa ulama Maroko (Zamzami Abdul Bari) yang mengatakan, status pernikahan suami-istri tetap berlaku meskipun salah-satu dari keduanya baru saja meninggal. Undang-undang Farewell Intercourse meneruskan logika fatwa ulama tersebut. Fatwa itu dikeluarkan Mei 2011 di Maroko pada saat Mesir mengalami “musim semi revolusi.” Lambat-laun pandangan fatwa tersebut akhirnya merembes ke Mesir dan akhirnya disahkan menjadi Undang-undang.
Ada anggota parlemen Mesir yang menyetujui gugatan itu karena Undang-undang tersebut berpotensi menghancurkan keluarga dan Undang-undang disahkan untuk menyenangkan mantan ibu negara, Suzanne Mubarak.
“Ini luar biasa. Ini bencana untuk memberikan hak pada suami," ujar penyiar TV Jaber al-Qarmouty yang mengkritik pandangan Undang-undang itu.
Sumber : Kompas.com
0 comments:
Post a Comment