Your Ad Here

Tuesday, April 3, 2012

Mobil Mewah Tak Bisa Dilarang Gunakan BBM Bersubsidi


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah tak dapat melarang para pemilik mobil mewah menggunakan BBM bersubsidi. Pemerintah hanya bisa memberikan imbauan. Pasalnya, kata Hatta, baik pemilik mobil mewah maupun rakyat miskin sama-sama memiliki hak untuk menggunakan BBM bersubsidi.

"Kalau dibuat (larangan menggunakan) peraturan menteri, nanti ada yang merasa didiskriminasi. Jadi hanya bisa mengimbau. Masyarakat mampu janganlah menggunakan BBM bersubsidi. APBN kita akan tersedot luar biasa untuk subsidi," kata Hatta kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (3/4/2012).

Konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan bisa mencapai angka 47 juta kiloliter, atau meningkat 7 juta kiloliter di atas asumsi volume BBM bersubsidi dalam APBN-Perubahan 2012 yang ditetapkan 40 juta kiloliter. Potensi lonjakan konsumsi BBM bersubsidi itu dikatakan sebagai dampak makin tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi.

Guna menutupi lonjakan konsumsi BBM bersubsidi, pemerintah akan melakukan penghematan besar-besaran. Sebagai tahap awal, pemerintah akan mengurangi belanja kementerian dan lembaga negara sebesar Rp 18,9 triliun. "Kita akan terus menggencet pengeluaran. Kita akan lihat satu per satu," sambung Hatta.

Sebelumnya, Ketua (Chairman) Lembaga Riset Ekonomi Independen EC-Think, Aviliani, mengatakan, pemerintah bisa mengoptimalkan ruang penghematan belanja dan penerimaan negara yang ada. Salah satu ruang yang bisa dihemat, kata Aviliani, adalah biaya operasi kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang dapat dikembalikan (cost recovery).

Aviliani menilai cost recovery yang harus dibayar pemerintah kepada kontraktor minyak dan gas bumi terlalu besar. Cost recovery dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012 yang disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pada Sabtu dini hari lalu ditetapkan naik dari 12,5 dollar Amerika Serikat (AS) per barrel menjadi 15 dollar AS per barrel atau naik 21 persen. "Semestinya kenaikan cost recovery bisa 13 dollar AS per barrel," kata Aviliani, yang juga Sekretaris Komite Ekonomi Nasional.

Penghematan lain yang bisa dilakukan pemerintah, menurut Aviliani, adalah memangkas biaya perjalanan dinas di setiap kementerian dan lembaga. Di samping itu, Aviliani menambahkan, juga masih ada ruang penerimaan negara yang belum dihitung pemerintah, yakni penerimaan dari ekspor gas. Kenaikan harga minyak mentah dunia akan berimplikasi pada kenaikan penerimaan negara dari sektor gas.

"Potensi PPh (Pajak Penghasilan) 21 juga masih besar. Jika pemerintah bisa membereskan sisi penerimaan ini dulu, kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) bisa ditunda sampai tahun depan tanpa defisit anggaran jebol," kata Aviliani.

0 comments:

Post a Comment