Your Ad Here

Monday, May 7, 2012

Indonesia Layangkan 'Protes' Soal CPO ke Pemerintah Amerika


Jakarta — Pemerintah Indonesia melayangkan tanggapan terhadap Notice of Data Availability (NODA) yang dikeluarkan Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat terkait produk crude palm oil (CPO).

Sebagaimana dirilis Kementerian Perdagangan, Jumat (4/5/2012), tanggapan resmi Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan tersebut diserahkan ke pemerintah AS pada 26 April 2012 sebelum batas akhir penyampaian tanggapan yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 27 April 2012.

Tanggapan yang disampaikan Mendag Gita Wirjawan bahwa EPA, dalam analisanya, telah mengabaikan komitmen Pemerintah Indonesia dalam melindungi lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Ditegaskan, pada Copenhagen Meeting 2009, Presiden RI telah menyampaikan komitmennya untuk mengurangi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020. Dan pemerintah Indonesia juga menargetkan penurunan emisi sebesar 41 persen melalui kerja sama internasional.

Lebih lanjut, dalam tanggapan resminya, Mendag juga menyampaikan bahwa dalam menghitung emisi gas rumah kaca, EPA banyak menggunakan data-data yang bersifat asumsi, bukan data riil. Sehingga hasilnya tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.

Dalam hal ini, Indonesia mengusulkan agar EPA menggunakan metode lain dalam penghitungan gas rumah kaca.

Kemudian, poin ketiga yang disampaikan Mendag adalah CPO merupakan tanaman paling efisien dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Food Policy Research Institute tahun 2010, CPO hanya membutuhkan 0,26 hektar lahan untuk menghasilkan 1 ton minyak sawit.

Selanjutnya, Mendag juga menyampaikan bahwa NODA tidak konsisten dengan beberapa pasal di dalam ketentuan WTO, antara lain mengenai prinsip Most Favored Nation, dan National Treatment karena membedakan CPO dengan komoditas seperti kedelai yang diproduksi di dalam negeri AS.

Untuk diketahui, EPA mengeluarkan NODA pada Desember 2011 dan secara resmi didaftarkan kepada US Federal Register pada 27 Januari 2012. NODA merupakan analisa terhadap emisi gas rumah kaca dari minyak kelapa sawit (CPO).

Berdasarkan program Renewable Fuel Standard (RFS) yang diterapkan di AS, bahan baku untuk produk biodiesel dan renewable diesel harus memenuhi ketentuan minimum 20 persen ambang batas pengurangan emisi gas kaca.

Melalui analisisnya, EPA menyatakan bahwa CPO hanya berada pada level 11-17 persen, sehingga tidak memenuhi ketentuan RFS untuk dapat dikategorikan sebagai bahan bakar terbarukan (renewable fuel) yang efisien.

Atas dikeluarkannya NODA tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menangani isu ini.

KBRI Washington secara aktif telah melakukan berbagai pertemuan dengan beberapa pihak terkait di AS, termasuk dengan United States Trade Representative (USTR), EPA, Department of Commerce, US Chamber of Commerce, Staffer Congress, serta para pemangku kepentingan CPO di AS dalam rangka menyampaikan concern pemerintah Indonesia dan melakukan lobbying.

Sumber : Detik.com

0 comments:

Post a Comment