Your Ad Here

Wednesday, April 11, 2012

Misteri Obrolan Presiden Soekarno VS Marilyn Monroe


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Heboh film Hollywood "My Week With Marilyn" yang dibintangi aktris Michele Williams mengingatkan masyarakat Indonesia pada kedekatan mendiang Bung Karno dengan bintang panas perfilman Amerika era 1950-an nan legendaris, Marilyn Monroe.

Apalagi sejak lama foto-foto pertemuan Presiden Soekarno dengan Marilyn Monroe pada sebuah pesta di bulan Mei 1956 itu penuh misteri. Tak satu pun yang tahu, apa yang mereka bicarakan berdua.

Tak ada yang tahu, mengapa seorang presiden dari negara dunia ketiga bertemu dan mengobrol akrab dengan selebriti Hollywood?

Di berbagai blog seperti "People Defense" atau situs "This Is Marilyn" pun tak ada penjelasan mengenai isu obrolan dua tokoh beda latarbelakang itu. Yang jelas mereka tampak akrab, sangat dekat, meski baru pertama kali bersua.

Yang semua orangtahu, Soekarno semasa hidupnya memang dikelilingi banyak wanita cantik.

Dibanding presiden-presiden lain yang kemudian memerintah negeri ini, Soekarno memang paling banyak menikahi wanita. Totalnya 9 wanita, mulai dari Oetari hingga Heldy Djafar. Nama-nama lain meliputi Hartini, Inggit Ganarsih, Fatmawati, Yurike Sanger, hingga Dewi Soekarno.

Tentang kedekatannya dengan wanita-wanita cantik, Soekarno suatu kali berkata, "Orang mengatakan Soekarno suka melihat perempuan cantik dengan sudut matanya. Itu tidak benar! Soekarno suka memandangi perempuan dengan seluruh bola matanya!"

Nah, salah satu perempuan yang suka dipandangi "Putra Sang Fajar" dengan seluruh bola matanya adalah seorang bintang Hollywood, Marilyn Monroe, sosok legendaris yang penyebab kematiannya masih misterius hingga kini.

Menurut penuturan Iwan Satyanegara Kamah di Koran Tempo, edisi Minggu, 3 Juni 2001, perjumpaan Soekarno dan Marilyn tak mungkin terjadi tanpa jasa Joshua Logan, sutradara film Bus stop. Saat itu Marilyn tengah sibuk syuting film tersebut bareng Logan.

Bos Motion Picture Producers Association kala itu, Eric Johnston mengadakan pesta di Beverly Hills Hotel, Hollywood untuk menyambut kunjungan Bung Karno.

Sebetulnya, Marilyn tak diundang ke pesta itu. Namun, usai syuting Bus Stop hari itu, Logan mengajak Marilyn. "Saya ingin kau datang menemui sahabat saya nanti malam," kata Logan pada Marilyn.

Marilyn patuh pada permintaan sang juragan meski esok harinya dia akan berulang tahun ke 30 dan malam itu mesti terbang ke New York untuk sebuah acara. Marilyn akhirnya datang ke pesta Soekarno mengenakan gaun hitam.

Kehadirannya menjadikan suasana pesta lebih semarak. Apalagi, di pesta itu juga sudah hadir beberapa bintang Hollywood lain seperti Gregory Peck, George Murphy, dan Ronald Reagan yang kelak jadi presiden AS.

Saat bertemu, mereka mengobrol dalam suasana penuh keakraban selama 45 menit. Layaknya dua sahabat yang lama tak bersua.

Tak ada yang tahu isi obrolan mereka. Yang sempat sedikit terdengar, Marilyn ternyata tidak tahu orang yang berada di depannya adalah seorang presiden. Dikiranya, Soekarno seorang bangsawan, pemimpin sebuah negeri dengan sistem kerajaan.

Maka, alih-alih memanggilnya Mr. President (Tuan Presiden), Soekarno dipanggil "Prince" oleh Mailyn jadi "Pangeran" Soekarno! Ada yang menduga, ini mungkin juga karena pesona Soekarno saat itu malah membuatnya lebih pas dipanggil "Pangeran" ketimbang "Tuan Presiden?

Sementara yang sempat terdengar dari bibir Soekarno, ia berucap, "Anda seorang yang sangat penting dan sangat terkenal sekali di Indonesia," pujinya.

Yang menarik, sebelum meninggalkan pesta, Marilyn berpose berfoto bersama dengan gaya manja penuh pesona bersama Soekarno di depan kamera. Yang menarik lagi, bintang "The Seven Year Itch" itu menyempatkan diri membubuhkan tanda tangan pada sejumlah rombongan asal Indonesia.

Berdasar misteri Soekarno - Monroe itu, mengapa tidak ada sutradara Indonesia yang terinspirasi membuat film "A Moment Between Soekarno And Monroe" misalnya? Bukankah ini bisa menandingi film Hollywood "My Week With Marilyn" yang kini sedang heboh di layar lebar?

0 comments:

Post a Comment