Konflik di Papua terus terjadi dengan masih berjatuhannya korban dari kalangan sipil dan militer. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bidang Papua, Adriana Elisabeth, mengungkapkan adanya empat isu utama mengapa konflik di Papua tidak kunjung usai.
"Ada empat isu utama, yaitu marjinalisasi dan diskriminasi, kegagalan pembangunan, kekerasan negara dan pelanggaran HAM, sejarah dan status politik. Itu semua potret umum, mau bicara apapun di Papua, empat itu pasti ada," kata Elisabeth yang ditemui di Jakarta, Senin 28 Mei 2012.
Sebelumnya LIPI pernah menerbitkan sebuah buku berjudul "Papua Roadmap: Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future" pada 2008. Buku tersebut memuat resolusi Papua oleh LIPI berdasarkan penelitian selama tiga tahun.
Adriana mengatakan bahwa tahun ini, LIPI memfokuskan diri dalam mencari solusi pembangunan di provinsi paling timur Indonesia tersebut. Menurutnya, program kesejahteraan masyarakat di Papua belum merata. Program pemerintah yang sudah ada dan memakan banyak dana belum berhasil menyejahterakan rakyat Papua secara keseluruhan.
Menurutnya, ketidakberhasilan program pemerintah di wilayah tersebut karena Papua dan Jakarta tidak merasa satu jalan, ada rasa keterasingan. Warga merasa Jakarta hanya memindahkan pembangunan ke Papua, tapi bukan untuk rakyat Papua.
"Akhirnya kesenjangan pembangunan masih terus terjadi. Memang tidak semua orang Papua tidak tertolong, tapi artinya pembangunan yang merata lebih baik ketimbang melihat pertumbuhan ekonomi yang tinggi," kata Adriana.
Konflik yang terjadi di Papua saat ini, kata Adriana, bukanlah konflik horizontal, melainkan mutlak konflik vertikal antara pemerintah dan masyarakat. Kekerasan yang muncul adalah bagian dari tidak terselesaikannya konflik kedua kubu.
"Penghentian kekerasan itu wajib. Jika tidak dihentikan, apapun yang terjadi, sekecil apapun isu di Papua akan berubah menjadi isu politik," jelasnya.
Solusi Para-para
Adriana mengatakan program pemerintah di Papua harus dibangun untuk menumbuhkan rasa kepemilikan dari warga. Warga harus dilibatkan. Jika tidak, maka mereka tidak akan menganggap program itu untuk kesejahteraan mereka.
Untuk menyelesaikan kekerasan adalah melalui dialog. LIPI, ujarnya, mengusulkan sebuah dialog antara Jakarta dan Papua. Dialog ini bukanlah dialog isapan jempol tanpa solusi, melainkan membicarakan agenda spesifik, seperti ekonomi, politik atau kekerasan.
"Usul dialog itu terinspirasi dari Papua sendiri. Mereka punya budaya menyelesaikan masalah dengan dialog. Orang pesisir menyebutnya 'para-para' ajang untuk menceritakan apapun yang menjadi kegelisahan. Pola itu yang kita usulkan," kata Adriana.
Dialog Jakarta-Papua pernah digelar oleh Mantan Presiden BJ Habibie pada tahun 1999 bersama tim 100 Papua Barat. Namun, menurut Adriana, dialog tersebut tidak efektif karena lebih seperti pertemuan nasional ketimbang bertukar pikiran.
Sumber : VIVAnews
0 comments:
Post a Comment