JAKARTA, KOMPAS.com — Fraksi Partai Amanat Nasional menegaskan tidak setuju dengan pencabutan Pasal 7 UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Partai yang dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa ini hanya sepakat menambahkan ayat dalam pasal tersebut agar pemerintah bisa menyesuaikan harga dengan kenaikan harga minyak dunia. Usulan ini akan disampaikan dalam rapat paripurna nanti.
Sekretaris Fraksi PAN Teguh Juwarno bersama Ketua Fraksi PAN di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/3/2012), menyampaikan, PAN memberikan opsi bahwa pemerintah baru bisa menaikkan harga BBM bila harga minyak dunia mengalami kenaikan di atas 15 persen. "Jadi demikian. Kalau voting, kami akan tolak," kata Teguh.
Melihat kondisi harga minyak dunia, Partai Amanat Nasional mempersilakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tetapi dengan syarat. Substansi pasal yang diusulkan yakni "dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012 , Pemerintah dapat melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya."
Tjatur menjelaskan, usulan F-PAN dengan batas 15 persen itu lebih tinggi dari usulan di RAPBN yang hanya 5 persen. Dengan angka 15 persen dan harga ICP diasumsikan di APBN-P 2012 sebesar 105 dollar AS per barrel, menurut PAN, pemerintah baru bisa menaikkan harga jika harga ICP sudah melebihi 120 dollar per AS.
"Kalau batasannya 5 persen, ICP seharga 111 dollar AS (per barrel) pemerintah sudah bisa dinaikkan (harga BBM). Kita batasi, 120 dollar AS pun pemerintah belum bisa menaikkan," kata Tjatur.
Ketika ditanya berapa posisi ICP terakhir, menurut Tjatur, harga ICP sekitar 128 dollar AS per barrel. "Secara tidak langsung PAN mempersilakan pemerintah menaikkan harga BBM?" tanya wartawan.
"Kita tidak dalam domain itu. Kalau bisa kita tolak. Kalau kita memaksakan harga, kita melanggar konstitusi. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2005, harga BBM bersubsidi ditentukan oleh pemerintah," jawab Tjatur.
Ia menambahkan, keputusan ini setelah mempertimbangkan kemungkinan terus naiknya harga minyak mentah dunia. "Harga BBM tidak bisa ditebak, bisa 140 (dollar per barrel), bisa 150 (dollar per barrel). Ini urusan bagaimana uang dari minyak digunakan untuk subsidi atau yang lebih bermanfaat," ucap dia.
Apakah keputusan PAN itu atas arahan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa yang juga menjabat Menteri Koordinasi Perekonomian? "Ini keputusan partai," jawab Tjatur.
Senada dengan Tjatur, Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto mengatakan, Fraksi Partai Golkar baru akan menentukan sikap setelah badan anggaran menyampaikan laporannya tentang RAPBN-P.
"Kita lihat perkembangannya apa yang sudah diusulkan pemerintah. Kita akan pelajari. Setelah shalat Jumat akan kita adakan rapat. Kita percayakan masalah kenaikan penurunan itu karena itu merupakan domain pemerintah," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.
Golkar sepakat bahwa kenaikan harga BBM tidak menjadi wewenang DPR untuk memutuskannya. DPR, lanjutnya, hanya bertugas menentukan jumlah subsidi yang mungkin dibutuhkan untuk menjaga posisi harga BBM. Golkar sepakat subsidi energi mencakup kebutuhan BBM untuk konsumsi dan PLN sebesar Rp 225 triliun.
"Mengenai kenaikan, kita sudah percayakan domainnya pada pemerintah," tegasnya.