TONGCHANG-RI, KOMPAS.com — Sejumlah wartawan, Minggu (8/4/2012), diberi gambaran sekilas yang tergolong langka tetang persiapan peluncuran roket Korea Utara. Para wartawan itu dibawa ke Stasiun Peluncuran Satelit Sohae di Tongchang-ri, di barat laut negara yang tertutup itu.
Korea Utara (Korut) mengumumkan bulan lalu bahwa negara itu akan meluncurkan sebuah roket yang akan membawa sebuah satelit antara tanggal 12 dan 16 April untuk menandai peringatan 100 tahun kelahiran Kim Il Sung, pendiri negara komunis tersebut. Hari ulang tahun Kim jatuh pada 15 April, yang dikenal sebagai "Hari Matahari", dan merupakan hari libur utama dalam kalender Korut.
Pyongyang mengatakan, operasi peluncuran itu untuk tujuan damai, tetapi Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan melihat peluncuran itu sebagai kedok bagi uji coba rudal balistik jarak jauh.
Peluncuran sebuah roket jarak jauh oleh Korut akan melanggar sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB. Washington pun telah membatalkan kesepakatan terbaru untuk memberikan bantuan pangan kepada Korea Utara. Jepang mengatakan akan menembak jatuh setiap roket yang masuk ke wilayahnya.
"Jika kalian mencari sendiri dengan mata kalian sendiri, Anda bisa menilai apakah itu sebuah rudal balistik, atau apakah itu peluncuran wahana untuk menempatkan sebuah satelit ke orbit," kata Jang Myong Jin, kepala tempat peluncuran itu, melalui penerjemah seperti dikutip CNN, Senin. "Itu sebabnya kami mengundang Anda ke tempat peluncuran ini."
Para jurnalis itu—yang tidak diizinkan untuk membawa laptop atau ponsel ke lokasi itu, tetapi diizinkan untuk membuat film—ditunjukkan pusat kontrol dan satelit yang kata para pejabat akan ditembakkan ke ruang angkasa. Roket itu sendiri panjangnya 30 meter. Warnanya putih, dengan bintik merah dan biru.
Para pemimpin internasional telah mendesak Korut untuk membatalkan peluncuran itu, tetapi Pyongyang menolak untuk mundur. Negara itu menekankan, operasinya untuk tujuan ilmiah.
Kali terakhir Pyongyang melakukan apa yang digambarkan sebagai peluncuran satelit pada April 2009. Ketika itu, Dewan Keamanan PBB mengutuk aksi tersebut dan menuntut hal itu tidak boleh diulang.
Seorang analis independen Eropa yang berkunjung ke lokasi peluncuran itu mengatakan, ia tidak melihat ada hal yang harus membuat orang mengibarkan bendera merah. "Saya tidak tahu apa yang ingin mereka lakukan di masa depan, tetapi apa yang kami lihat adalah sebuah peluncur ruang angkasa," kata Christian Lardier, analis itu.
0 comments:
Post a Comment